Perlindungan Guru dalam Tinjauan Perlindungan Anak

Perlindungan Guru dalam Tinjauan Perlindungan Anak

Nampaknya judul tulisan ini agak gimana gitu ya...? Namun memang benar adanya, kadangkala muncul masalah dalam dunia pendidikan antara guru dengan siswa(baca anak). Guru terkadang tersandung kasus hukum gara-gara memberikan hukuman/sanksi kepada anak dengan tujuan mendidik dan mendisiplinkan siswa.  Hal tersebut sebenarnya tidak perlu terjadi jika guru sebagai pendidik profesional memahami bagaimana kompetensi yang harus dimiliki seorang guru dan mengetahui adanya Undang-undang Perlindungan Anak.

Sebelum membahas lebih dalam materi ada baiknya kita ketahui beberapa prinsip seorang guru.

Guru sebagai warga negara berhak mendapatkan perlindungan secara komprehensif;
Guru dalam menjalankan profesinya wajib mendapat perlindungan hukum;
Guru berhak mendapatkan kesejahteraan, hidup yang layak dan bermartabat;
Guru berhak untuk meningkatkan kompetensi dan profesionalisme;




Tantangan Sebagai Guru




Perspektif pendidikan terjadi perluasan makna;



Teori dan pendekatan pembelajaran terus berkembang; 



Perkembangan teknologi dan informasi sangat pesat dan tak terbendung; 



Masalah anak semakin kompleks; 



Perlindungan anak terintegrasi dalam pendidikan;







3 Kelompok Kecenderungan Guru temuan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)



  1. Sebagian berharap mendapatkan perlindungan hukum, namun melakukan tindakan yang dapat dikategorikan kekerasan; 

  2. Sebagian tidak melakukan tindakan kekerasan, namun mendapatkan ancaman dan diskriminasi.;

  3. Sebagian tidak melakukan kekerasan, namun mendiamkan perilaku kekerasan terjadi;




Guru disatu sisi memang memiliki "kuasa" di sekolah maupun di kelas, namun disisi lain juga memiliki keterbatasan dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pendidik. Dalam Pasal 14, UU Guru dan Dosen “dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berhak; (f), memiliki kebebasan dalam memberikan penilaian dan ikut menentukan kelulusan, penghargaan, dan/atau sanksi kepada peserta didik sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan”; 







Kasus yang banyak melibatkan guru saat tersandung kasus hukum adalah saat guru memberikan hukuman kepada siswa, dimana hukuman tersebut tidak sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru serta peraturan perundang-undangan. Misalnya kekerasan kepada siswa dengan menjewer, mencubit dll. 

Beberapa kategori kekerasan


  1. Kekerasan Fisik; menampar, menimpuk, menginjak kaki, menjegal, meludahi, memalak, melempar dengan barang, menghukum dengan berlari keliling lapangan, menghukum dengan cara push-up

  2. Kekerasan Psikis; memandang sinis, memandang penuh ancaman, mendiamkan, mengucilkan, meneror lewat pesan pendek telepon genggam atau e-mail, memandang yang merendahkan, memelototi, dan mencibir;

  3. Kekerasan Verbal;  memaki, menghina, menjuluki, meneriaki, mempermalukan di depan umum, menuduh, menyoraki, menebar gossip, memfitnah dan menolak.

  4. Kekerasan Simbolik; gambar-gambar yang menyimbolkan kekerasan di buku-buku pelajaran, gambar-gambar yang menyimbolkan pornografi, gambar-gambar yang menyimbolkan diskriminasi, dll yang sekarang banyak muncul dalam buku-buku pelajaran.

  5. Kekerasan Seksual; memegang, meremas bagian sensitif, berhubungan badan tanpa atau dengan paksaan, dan bentuk lain yang mengarah pada kekerasan seksual. 

  6. Kekerasan Cyber; mempermalukan, merendahkan, menyebar gossip di jejaring sosial internet (misal : Facebook);




Apa yang dimaksud kekerasan terhadap anak? 




Menurut UU No. 35 Tahun 2014 tentang Pelindungan Anak Pasal 1 , kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum.





Kekerasan: Perspektif Regulasi





UUD 1945.  Pasal 28 B ayat 2 “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan 



UU No. 35 Tahun 2014 atas perubahan UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara eksplisit banyak mengurai perlindungan anak dalam pendidikan. Dalam UU tersebut, menyebut kata “pendidikan” 19 Kali, menyebut kata “pendidik” 6 kali, kata “kependidikan” 6 kali, menyebut 2 kali kata “satuan pendidikan”, menyebut 14 kali kata “kekerasan” dan 2 kata “kekerasan di satuan pendidikan”. 



UU No 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, kata “pendidikan” disebut 10 kali. Sementara dalam Kovensi Hak Anak yang sebagai bentuk komitmen internasional menyebut kata “pendidikan” 12 kali.






Berikut beberapa fakta yang masih terjadi di lapangan.



  • Guru Belum bisa membedakan antara wilayah pelanggaran dengan wilayah pendidikan; 

  • Guru menganggap pendisiplinan disamakan dengan hukuman; 

  • Kekerasan dimaknai sebagai ketegasan; 

  • Sanksi menjadi andalan daripada konsekuensi; 

  • Pendekatan kekerasan dipahami untuk menjaga kewibawaan seorang guru; 

  • Pendekatan kekerasan sebagai bentuk mental capacity.







Berdasarkan hasil survei berikut ini beberapa bentuk Hukuman di Sekolah 




  1. Berdiri dengan satu kaki di depan kelas.

  2. Jewer

  3. Cubit 

  4. Dijemur di lapangan

  5. Kepala kena jitak

  6. Dipukul pakai penggaris kayu

  7. Dilempar penghapus Papan Tulis

  8. Lari Lapangan Sekolah




Titik Temu UU Sisdiknas dengan UU Perlindungan Anak




Tidak ada satu pasalpun dalam UU Sisdiknas yang membenarkan guru melakukan tindakan kekerasan; 



Penyelenggaraan pendidikan tanpa kekerasan dan sesuai tahap perkembangan anak; 



Pendekatan dalam proses pembelajaran menghargai keragaman siswa





Perlindungan Guru: dalam Tinjauan Perlindungan Anak





  1. Guru harus menjadi figur terhormat, mendapat perlindungan dari segala bentuk ancaman, diskriminasi dan kekerasan, namun tetap menjunjung tinggi prinsip-prinsip perlindungan anak dalam proses pembelajaran; 

  2. Guru tidak boleh ada keraguan dalam mendisiplinkan anak, namun pola pendidiplinan tetap sesuai kaidah pendidikan dan perlindungan anak; 

  3. Guru tidak boleh abai terhadap segala bentuk penyimpangan siswa, namun tetap dituntut kreatif dalam pengembangan karakter anak;






Kapan Guru Harus dilindungi?




Dalam menjalankan tugas profesinya harus dilindungi, sepanjang tidak bertentangan dengan UU lain. 



Kekerasan dalam pendidikan, bukan ranah perlindungan guru, tetapi masuk wilayah perlindungan anak. Ketika guru melakukan kekerasan terhadap siswa, jangan heran jika muncul tuntutan terhadap guru.



Pendekatan preventif harus didahulukan, bukan pendekatan punishment/kriminalisasi.






Kekerasan terhadap anak siswa bisa terjadi karena kekeliruan dan kesalahan dalam hal misalnya Sistem manajemen sekolah; Mindset pendidik dan tenaga kependidikan; Norma/kebiasaan  sekolah; serta Pola pendisiplinan serta kultur di sekolah 







INFO LAINNYA... Anak-anak,
Perlindungan Guru,
Siswa,
Tips Mendidik Anak



Related Posts

Perlindungan Guru dalam Tinjauan Perlindungan Anak
4/ 5
Oleh